Foto: ilustrasi

JAKARTA -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan juga Ketua Umum PKB yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengklaim punya Big Data 100 juta lebih penduduk Indonesia menginginkan penundaan Pemilu 2024.

Big Data yang disebut-sebut untuk menggaungkan isu penundaan Pemilu dijadikan pedoman elit politik  untuk melanggengkan kekuasaan dan menghilangkan demokrasi.

Biasanya, Big Data menggunakan BOT dan perangkat lunak lainnya untuk memanipulasi opini publik melalui platform media sosial.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia Salabi membongkar manipulasi Big Data

Untuk itu, publik harus berhati-hati dengan klaim sejumlah elit politik di balik penggunaan Big Data untuk menunda Pemilu 2024.

Nurul merujuk pada laporan yang dipublikasikan Oxford Internet Institute (2019) bertajuk Global Inventory of Organized Social Media Manipulation.

“Di situ dikatakan bahwa sejak 2019, BOT, algoritma, dan bentuk otomatisasi lainnnya digunakan berbagai aktor politik di berbagai negara, untuk memanipulasi opini publik melalui platform jaringan sosial yang utama seperti Twitter, Facebook, Instagram, juga YouTube,” kata Nurul dalam diskusi virtual, Rabu (16/3/2022).

Nurul menambahkan, di 26 negara ditemukan bentuk-bentuk propaganda melalui komputasi.

Cara itu digunakan sebagai alat kontrol informasi untuk menekan hak asasi manusia, mendiskreditkan lawan politik, dan menghilangkan perbedaan pendapat.

“Itu 3 cara berbeda tapi tujuannya satu, mengefektifkan dan melanggengkan kekuasaan,” ujar Nurul.

Berbagai dalih yang dikemukakan sejumlah elite politik soal wacana penundaan pemilu dianggap hanya pembenaran semata.

“Gelagat yang kita lihat itu semakin memperlihatkan ada nafsu memperpanjang kekuasaan. Karena para elite melihat bahwa pemilu bisa menjadi momentum evaluasi dari kinerja para elite politik yang sebetulnya banyak menghasilkan undang-undang yang tidak demokratis yang banyak ditentang oleh masyarakat bisa menghentikan konsolidasi yang telah terbangun,” ungkap Nurul.

“Maka kita melihat ada berbagai alasan yang sama-sama kita dengar, mulai dari ekonomi, pandemi, juga ada klaim dari salah satu menteri yang mengatakan 110 juta rakyat Indonesia setuju pemilunya ditunda,” tutupnya.

Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memunculkan wacana penundaan pemilu.

Menurut dia, usulan tentang penundaan pemilu 2024 didukung oleh banyak pihak, terutama para warganet di media sosial (medsos).

Klaim tersebut mengacu pada analisis big data perbincangan di medsos.

Menurut Cak Imin, dari 100 juta subyek akun di medsos, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persennya menolak.

“Big Data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada Big Data,” kata Muhaimin dalam keterangannya pada 26 Februari 2022 lalu.

Belakangan, Luhut juga mengeklaim memiliki data aspirasi masyarakat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.

Luhut mengeklaim, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.

Selain Cak Imin dan Luhut, wacana penundaan pemilu juga didukung oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Sejauh ini, enam parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Gerindra, Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menyatakan menolak.