Forum Non Aparatur Negri Sipil (Fornas) Jawa Tengah menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait surat edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) soal pendataan tenaga Non ASN di lingkungan Instansi Pemerintah, Selasa (31/1/2023). Dok: IP

JAKARTA – Forum Non Aparatur Negri Sipil (Fornas) Jawa Tengah menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait surat edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) soal pendataan tenaga Non ASN di lingkungan Instansi Pemerintah.

Ketua Fornas Jawa Tengah, Agus Priyono menyebut forumnya merupakan kumpulan pegawai non ASN mewakili 141 orang berasal dari 35 Kabupaten atau kota Se-Jawa Tengah.

“Harapan yang kami gaungkan mulai sirna, ditambah lagi tanggal 22 Juli 2022 lebih menyakitkan lagi Kementrian PANRB mengeluarkan surat edaran yang menyebut bahwa kami pengabdi Negeri terkendala syarat umur dan ijazah. Saya harus pasrah hilang dari Badan Kepegawaian Negri (BKN),” kata Agus Priyono kepada Indonesiaparlemen.com di ruang rapat Komis II DPR RI, Selasa (31/1/2023).

Sebagai informasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) meminta kepada Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan pemetaan dan pendataan tenaga honorer atau non-ASN. Ini diperuntukkan menjadi syarat agar dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Agus mengaku sempat mendapat angin segar saat ada pendataan pegawai non ASN seluruh Indonesia. Namun, kini menjadi ketidakpastian yang berkepanjangan.

Dia merinci, di wilayah Jawa Tengah ada sekitar 200.000 tenaga non ASN. Sedangkan menurut data nasional ada sekitar 2 juta tenaga non ASN yang membutuhkan kepastian payung hukum serta kesejahteraan.

“Kami datang dengan sejuta impian dan harapan ada regulasi yang memihak untuk kami semua,” ujar dia.

Menangapi hal itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengaku kerap menerima aspirasi dari tenaga kerja honorer atau non ASN.

“Kami (Komisi II) bukan sekedar mencatat hal itu, bukan menyampaikan hanya formalitas. Tapi kami berupaya yang sangat serius,” kata Doli.

Doli mengaku, Komisi II sudah melakukan empat kali masa sidang guna terus membahas undang-undang non ASN yang belum terselesaikan. Dimana, kata dia, salah satu isu yang belum terjawab mengenai tenaga honorer.

“Kami 2 kali bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara untuk mencari formula yang tepat,” jelas dia.

Bukan itu saja, tambah Doli, Komisi II sudah meminta DPR RI agar membuat kepanitian khusus (Pansus) yang membahas hal tersebut supaya menjadi perhatian yang serius dari pemerintah. Selain itu DPR juga melakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB).

“Pansus Karena bukan komisi 2 saja, dari komisi 4, 8, 9 dan 10,” ucap dia.

Sebelumnya, carut-marut pendataan pernah didapati Komisi II saat berkunjung ke Kepulauan Riau. Di sana, mereka menemukan adanya seorang anak yang menggantikan posisi ayahnya yang meninggal ketika masih berstatus honorer.

Jurnalis: Dirham