Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan di gedung Kemenkeu, Rabu (1/3/2023). Dok: IP/Agung

JAKARTA – Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menyebut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diterima pihaknya sebatas mendeteksi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan bila ditemukan ketidakwajaran dari nilai harta outlier.

Dia menjelaskan, outlier merupakan fenomena adanya peningkatan harta pejabat yang dinilai tidak masuk akal dan belum tentu langsung masuk ke ranah pidana.

“Tergantung asalnya kan (jika ditemukan harta tidak wajar). Kalau dia  melapor LHKPN) harta warisan ya wajar, kalau hasil sendiri (kekayaan), jabatan lu apa,” kata Pahala Nainggolan kepada Indonesiaparlemen.com, di gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (1/3/2023).

Sebagai contoh, kata dia, viralnya Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Yogyakarta Eko Darmanto yang kerap menampilkan gaya hidup mewahnya di media sosial, dimana biasanya KPK memeriksa LHKPN setelah ada temuan dugaan tindak pidana korupsi dahulu.

“Ini terbalik, biasa kasus dulu entah OTT (Operasi Tangkap Tangan) baru di minta LHKPN nya, biasanya baru kelihatan harta yang gak dilapor.  ini karena sudah viral di media, kita mulai dari situ (harta yang dimiliki,” jelas dia.

Dia menegaskan, KPK akan melakukan penindakan terhadap pejabat yang mendapatkan gratifikasi atau dugaan lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengendus transaksi eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo sejak 2003.

Jurnalis: Dirham/Agung Nugroho