​JATENG, INDONESIA PARLEMEN -Peringatan hari Asyura yang jatuh pada hari ke-10 bulan Muharram di Kota Semarang, Jawa Tengah, ditolak sejumlah kelompok dengan pengawalan ketat kepolisian. Acara penganut syiah tersebut berlangsung tanpa pertikaian.

Ditengah-tengah aksi menolak kegiatan Asyura yang diselenggarakan masyarakat muslim Syiah Jawa Tengah, puluhan massa yang terdiri dari Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah, Forum Umat Islam Semarang (FUIS) dan Jamaah Ansharusy Syariah (JAS) mengadakan sholat jamaah Dzuhur dan Ashar dengan dijama’ dan diqashar (diringkas) di tengah jalan raya yang berada di depan Gedung UTC, Jl. Kelud Semarang.

Polda Jawa Tengah dan Polrestabes Semarang menerjunkan setidaknya 800 personel sejak Selasa pagi. “Kami mengamankan dan melindungi warga negara, soal akidah kami tak akan ikut campur,” kata Kapolrestabes Semarang Kombes Abiyoga Seno Aji kepada wartawan, Minggu (01/10/17) siang.

Sholat jamaah yang menutup akses jalan raya itu oleh umat Islam yang melihatnya dipandang aneh, ada banyak tindakan yang menyalahi aturan sholat yang terdapat di dalam hadis-hadis Nabi dan hukum Islam (fikih) yang telah dirumuskan para ulama lintas madzhab.

Ada beberapa kesalahan sholat para demonstran yang hendak menolak kegiatan rutin masyarakat muslim Syiah itu diantaranya;

Pertama: Sholat di tengah jalan raya. Dalam fikih atau panduan ibadah bagi umat Islam, sholat tidak boleh dilakukan di tengah jalan raya (qâri’atu ath-tharîq) karena mengganggu para pengguna jalan. Sholat yang dikerjakannya, meski sah apabila tempatnya suci, namun hukumnya haram.

Jalan yang digunakan sholat para demonstran yang mengkafir-kafirkan Syiah itu tidak jauh dari 3 masjid besar di sekitarnya, yakni Masjid At Taqwa, Masjid Baitul Muttaqien dan Masjid Baiturrahmah. Bahkan jarak dari tempat aksi menuju masjid tidak lebih dari 300 meter.

Kedua: Memakai sepatu dan sandal. Salah satu syarat sahnya sholat yaitu badan seseorang, pakaian dan tempatnya harus suci dari najis. Jika seseorang memakai sepatu atau sandal yang najis maka sholatnya tidak sah.

Ketiga; Tidak memakai alas (sajadah). Fungsi alas adalah untuk membuat tempat yang digunakan sholat menjadi suci apabila berada di tempat yang dipastikan atau kemungkinan najis. Karena itu apabila sholat di tempat yang diragukan kesuciannya tapi tidak menggunakan sajadah atau tempat sholat yang suci maka sholatnya tidak sah.

Jalan raya yang dijadikan tempat para demonstran yang kerap meneriakkan takbir dalam orasinya itu, tidak jauh dari aliran got atau selokan pembuangan air. Bahkan kalau hujan turun, air got kerap tumpah di permukaan jalan.

Keempat; Memakai penutup muka. Salah satu rukun sholat yaitu sujud dua kali dengan menempelkan keningnya secara terbuka (tidak ditutupi kain atau yang lainnya) pada tempat sujud.

Dalam kitab Fathul Mu’în disebutkan “bi wadl’i jabhatihi bi kasyfin” (meletakkan sebagian keningnya secara terbuka pada tempat sholat). Apabila keningnya tidak terbuka, yakni ditutup kain seperti memakai “penutup kepala ninja” sebagaimana yang dipakai salah satu mushalli (orang yang sholat) yang berseragam Jamaah Ansharusy Syariah (JAS) maka sujudnya tidak sah.

Itulah kejanggalan-kejanggalan umat Islam yang menyaksikan sholat para peserta aksi tolak Syiah yang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB. Para demonstran itu selain mengumandangkan yel-yel Syiah sebagai kafir, juga mengutuk para pengabdi negara yang dikatakannya bukan sebagai pengabdi Allah.

Sistem barikade berlapis dilakukan aparat kepolisian untuk menahan ratusan orang dari Forum Umat Islam Semarang yang akan mendekat ke lokasi acara. Massa tersebut beberapa kali menolak pengamanan yang dilakukan kepolisian. “Kami menyayangkan sikap polisi yang memberi izin acara ini. Syiah itu tidak sesuai akidah Islam, jangan dibebaskan dibiarkan untuk berkembang,” kata Humas FUIS Muhamad Lutfi.

Penganut Syiah sudah selama 15 tahun terakhir menggelar peringatan 10 Muharam Asyuro di Semarang. Acara tersebut selalu dibuka dengan menyanyikan Indonesia Raya dan ditutup lagu Bagimu Negeri. (Jones)