Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Bantargebang, Bekasi/Dok: istimewa

JAKARTA – Kontrak Bantargebang sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) segera berakhir pada di Oktober 2021. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengatakan Pemprov DKI Jakarta tidak punya pilihan selain meminta perpanjangan kontrak karena minimnya upaya Gubernur Anies mencari solusi pengelolaan sampah agar tidak lagi bergantung pada Bantargebang.

“Pemprov DKI tidak serius mengelola sampah Jakarta, padahal ini adalah hal yang penting dan sangat krusial di kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta,” ujar anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta August Hamonangan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Indonesiaparlemen.com, Kamis (23/9/2021).

Dia menyoroti proyek ITF (Intermediate Treatment Facility) Sunter yang digadang-gadang dapat menggantikan Bantargebang saat ini jalan di tempat. Proyek yang dimulai sejak Desember 2018 ini terhenti akibat kesulitan mendapat pendanaan setelah mundurnya mitra asing Fortum.

August juga menyayangkan Pemprov DKI melalui Ingub 49/2021 baru berencana meminta pinjaman daerah untuk ITF Sunter pada Januari 2022 mendatang.

“Mengapa baru mulai bergerak di sisa 9-10 bulan sebelum jabatan Gubernur Anies berakhir? Mengapa isu sampah tidak pernah jadi prioritas, kalah dengan Formula E yang langsung menyedot triliunan rupiah,” kata dia.

Upaya lain yakni pembangunan FPSA (Fasilitas Pengolahan Sampah Antara) Tebet pun hingga kini menuai pro kontra penolakan warga. Sedari awal, warga Tebet telah meminta Gubernur Anies untuk mempertimbangkan ulang pembangunan FPSA tersebut karena berdekatan dengan permukiman, Taman Tebet, serta Ruang Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Akasia. FPSA tersebut disinyalir mengeluarkan bau tak sedap dan berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan pada warga sekitar karena lokasinya yang berdekatan dengan rumah warga.

“Pemprov DKI perlu serius mengevaluasi kebijakan pengelolaan Sampah Jakarta dan mencari solusi pembangunan 4 ITF yang sekarang masih mandek. Ini permasalahan yang jauh lebih penting ketimbang menghabiskan anggaran untuk membangun tugu-tugu raksasa,” kata August.

Dia menilai, butuh terobosan dan inovasi untuk mengolah sampah Jakarta, salah satunya pengelolaan sampah berbasis komunitas, seperti program budidaya maggot BSF (Black Soldier Fly) yang dapat diduplikasi di tingkat RT/RW seluruh Jakarta.

“Kita mulai dari lingkungan terkecil, ini patut dikembangkan karena mayoritas sampah di Jakarta adalah sampah organik yang menjadi pakan maggot dan maggotnya pun dapat dijual untuk memperoleh uang tambahan bagi komunitas,” pungkasnya.

Editor: Angie