Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra

JAKARTA – Langkah Yusril Ihza Mahendra mengajukan judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung dapat dukungan. Cara itu sebagai salah satu bagian agenda reformasi.

Yusril ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh empat kader eks Demokrat yang jadi bagian pendukung Moeldoko.

“Langkah Yusril adalah bagian dari agenda besar reformasi yang diperjuangkan oleh gerakan 98, untuk mengawal transisi demokrasi di Indonesia berjalan dengan benar,” kata Juru Bicara Gardem 98, Arief Mirdjaja di Jakarta dikutip dari Viva.co.id, Sabtu (25/9/2021).

Menurut dia, partai politik adalah salah satu pilar dari demokrasi. Maka itu, partai politik harus menjadi ranah publik dan bukan ranah private. Sehingga, tidak bisa diklaim secara pribadi atau dimiliki secara private.

“Partai politik bukanlah entitas private corporate atau monarki badan. Apalagi menyamakan diri seperti Sunda Empire. Culture feodalistik dan patronisme tidak dapat diterima dalam demokrasi modern,” ujarnya.

Maka dari itu, Arief mengatakan terobosan hukum yang dilakukan Yusril dalam judicial review AD/ART adalah sebuah legacy dan yurisprudensi yang menjadi garda bagi demokrasi modern Indonesia. Sebab, warisan yang diberika kepada generasi penerus bangsa bukanlah hak kepemilikan partai.

“Tetapi, grand design demokrasi modern yang memastikan hak-hak sipil mendapatkan pengakuan yang sama dalam politik, bukan darah biru politik,” lanjutnya.

“Jadi, saat ini momentum tepat untuk selamatkan demokrasi sebelum terlambat. Karena, demokrasi saat ini berada dalam ancaman yang sangat serius dengan adanya praktik feodalisme ini,” jelas dia.

Sebelumnya, sejumlah kader eks Demokrat yang dipecat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggandeng Yusril sebagai pengacaranya. Mereka mengajukan judicial review AD/ART Partai Demokrat ke MA. Yusril mengatakan, mengajukan judicial review AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

“Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik,” ujar Yusril dikutip dari keterangannya pada Kamis, 23 September 2021.

Menurut dia, ada AD/ART parpol yang prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya bertentangan dengan undang-undang. Bahkan, bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya.

Yusril bilang, terjadi kevakuman untuk menyelesaikan persoalan di atas. Sebab, lembaga yang disebut Mahkamah Partai, tidak berwenang atas hal tersebut. Begitu pun dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).