Gedung KPK, Jakarta/Indonesiaparlemen, angie

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengkritik kinerja semester I-2021 aparat penegak hukum (APH). Namun, Lembaga Antikorupsi sedikit kecewa karena ICW salah data.

“Sebagai pelaksanaan fungsi kontrol, penilaian tersebut semestinya mengacu pada data dan informasi yang valid agar ketika disampaikan ke publik tidak menimbulkan mispersepsi,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dikutip Medcom.id, Selasa (14/9/2021).

Menurut dia, KPK sudah membeberkan data kinerja sepanjang semester pertama 2021. Data yang dimiliki ICW berbeda jauh dengan KPK.

“Pada pelaksanaan fungsi penindakan, selama semester I-2021, KPK telah melakukan 77 penyelidikan, 35 penyidikan, 53 penuntutan, dan 35 eksekusi. Dari 35 sprindik (surat perintah penyidikan) tersebut, KPK telah menetapkan 50 orang tersangka dengan total asset recovery sebesar Rp171,23 miliar,” ujar Ali.

Lembaga Antikorupsi mengeklaim telah menyelamatkan kerugian negara Rp22,27 triliun. Angka itu didapat dari kegiatan koordinasi dan supervisi dengan pemerintah daerah.

KPK, kata Ali, membantu pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi covid-19. Lembaga Antikorupsi aktif memberikan masukan dalam kebijakan terkait penanganan pandemi.

“KPK juga proaktif memastikan program-program di sektor kesehatan, seperti klaim rumah sakit yang menangani pasien covid-19, insentif tenaga kesehatan, serta vaksinasi pada Kementerian Kesehatan,” tutur Ali.

Ali menyebut KPK turut menyelamatkan uang negara dari pemborosan pengadaan bantuan sosial (bansos). KPK memberikan masukan kepada Kementerian Sosial (Kemensos) agar penyaluran bansos tepat sasaran.

“Sehingga bila diasumsikan penerima memperoleh bantuan per penerima sebesar Rp200 ribu per bulan atau Rp10,5 triliun per bulan, maka penyelamatan keuangan negaranya sebesar Rp126 triliun per tahun,” ujar Ali.

Penilaian ICW dianggap tidak mendasar. Lembaga Antikorupsi menegaskan data yang dimiliki ICW tak bisa dijadikan dasar penilaian.
Sebelumnya, ICW mencatat kinerja buruk tiga APH, yakni Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK. Penanganan kasus korupsi oleh ketiga APH sepanjang semester I-2021 dinilai tak memuaskan.

“Tentu dia (tiga APH) ada dinilai E atau sangat buruk,” ujar peneliti ICW Lalola Easter, Minggu, 12 September 2021.

Menurut dia, berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2021, target penindakan kasus korupsi oleh APH selama semester I 2021, yakni 1.109. Namun, ICW mencatat ketiga APH hanya menangani 209 kasus atau 19 persen dari total target.

“Secara umum dari 209 kasus itu ada 188 kasus baru. Kemudian, 17 kasus adalah pengembangan kasus dan empat kasus adalah hasil operasi tangkap tangan,” ucap Lalola.

Sebanyak 151 kasus ditangani kejaksaan dengan 363 tersangka serta potensi kerugian negara Rp26,1 triliun. Polri menangani 45 kasus yang menjerat 82 tersangka dengan nilai rasuah Rp388 miliar. KPK menangani 13 kasus dengan 37 tersangka dan kerugian negara Rp331 miliar.

Total 482 tersangka dijerat ketiga APH sepanjang semester I-2021. Potensi kerugian negara dari pengungkapan 209 kasus itu sebesar Rp26,830 triliun.

“Lalu, potensi nilai suap sebesar Rp96 miliar dengan besaran pungutan liar Rp2,5 miliar,” terang Lalola.

Dia menuturkan jumlah kasus yang dibeberkan ICW hasil penelusuran dari sumber formal laman resmi masing-masing APH dan pemberitaan media massa. ICW tak memungkiri adanya selisih dari jumlah itu dengan data masing-masing APH.

“Kalau misalnya ada selisih dari apa yang diklaim oleh lembaga masing-masing lembaga penegak hukum, adalah salah satu dampak dari tidak terbukanya atau tidak informatif website yang mereka kelola,” kata Lalola.