Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang yudhoyono dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Dok: ist

JAKARTA – Kisruh Partai Demokrat dan PDIP makin memanas usai Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto singgung masalah manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) hingga mobilisasi aparat dan anggaran negara untuk kepentingan elektoral Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat pada Pemilu 2009.

Hasto soroti dugaan kecurangan tersebut karena SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat menyebutkan adanya tanda-tanda Pemilu 2024 curang dan ada upaya penjegalan kandidat pasangan capres-cawapres tertentu.

Juru Bicara (Jubir) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra memperingatkan Hasto agar tidak asal bicara, karena tidak ada manipulasi proses Pemilu 2009. Herzaky kemudian menyinggung kasus Harun Masiku, politikus PDIP yang terlibat suap terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan untuk pengurusan pergantian antarwaktu anggota DPR.

“Tidak ada itu DPT 2009 bermasalah ataupun hasil pemilu yang dimanipulasi. Janganlah mengada-ngada Bang Hasto,” kata Herzaky kepada wartawan, Minggu (18/9/2022).

Diketahui, Harun Masiku merupakan mantan calon legislatif asal PDIP yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Harun diduga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar KPU menetapkannya sebagai anggota DPR. Diketahui, Wahyu terbukti menerima suap Rp 600 juta dari Harun Masiku.

Namun, Harun melarikan diri saat KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT). Kemudian pada Januari 2020, Harun ditetapkan sebagai buronan KPK. Bahkan Harun telah ditetapkan sebagai buron internasional. Hingga saat ini, keberadaannya belum diketahui.

“Lagipula, publik kan tahu kalau di Pemilu 2019 lalu, ada komisioner KPU yang ditangkap karena kasus suap. Kan, salah satu pelakunya kader partainya Bang Hasto, Harun Masiku, yang sudah buron 1.000 hari lebih. Tidak ada cerita seperti itu di Pemilu 2009,” jelas Herzaky.

Sebagai informasi, Hasto mengungkapkan data-data dugaan kecurangan pemilu pada era SBY tahun 2009 yang membuat suara Partai Demokrat melonjak hingga 300 persen dari raihan suara pada Pemilu 2004. Hasto mengungkap adanya manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), mobilisasi aparat dan anggaran negara untuk kepentingan elektoral SBY dan Partai Demokrat.

“Dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab. Zaman Pak Harto saja tidak ada manipulasi DPT. Zaman Pak SBY manipulasi DPT bersifat masif. Salah satu buktinya ada di Pacitan,” ucap Hasto.

“Selain itu Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Di luar itu, data-data hasil Pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk. Selain itu, menurut penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY,” pungkas dia.