Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dok: IP/Agung

JAKARTA – Komisi II DPR RI berharap Mahkamah Konstitusi (MK) netral dalam menguji materi Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai putusan MK bakal mempengaruhi tahapan pesta demokrasi yang tengah berjalan.

“Sengketa soal sistem proporsional terbuka bakal berdampak pada pemungutan suara di Pemilu 2024. Sehingga, MK dapat mengambil posisi yang netral dan objektif,. Danjuga me­mahami posisi Undang-Undang Pemilu yang sangat kompleks,” kata Doli kepada wartawan di Kompleks DPR RI Senayan, Selasa (3/1/2023).

Menurut Doli, pasal dalam Undang-Undang Pemilu saling berkaitan satu sama lain dan telah dipikirkan dengan matang saat masih dalam proses pem­buatan undang-undang. Apabila ada perubahan satu atau dua pasal saja, kata dia, bakal terjadi kerumi­tan karena tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.

“Perubahan pasal bisa memun­culkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Selain itu, putusan MK dikha­watirkan membuat pembangunan sistem politik dan demokrasi Indonesia terganggu,” jelas Politisi Pratia Golkar itu.

Akibatnya, kata dia, hukum Pemilu di Indonesia seperti tambal sulam dan tidak mencerminkan bangunan sistem politik yang established dan futuristik.

“Itu yang harus men­jadi pertimbangan oleh MK,” imbuh dia.

Dengan adanya fakta itu, Doli menyarankan perubahan Undang-Undang Pemilu paling ideal dilakukan melalui revisi.

“Tentu disertai dengan kajian yang serius dan mendalam serta menyeluruh,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Yuwono menggugat UU Pemilu ke MK atas nama kader Partai NasDem. Dalam gugatannya, Yuwono bersama sejumlah nama lainnya menginginkan agar sistem pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup.

Selain Yuwono, ada Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), Nono Marijono (warga Depok).

Jurnalis: Agung Nugroho