JAKARTA – Para pegiat pemilu bersih meminta pemilih untuk hati-hati dalam menentukan pilihannya di Pemilu 2024. Apalagi berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) ada 15 orang bakal calon legislatif (bacaleg) mantan napi korupsi.

Walaupun, mantan koruptor tersebut telah menjalani hukuman atas perbuatannya tersebut.

“Kita harus mengkampanyekan pemilih cerdas dan meyakinkan. Jangan memilih koruptor, karena memilih koruptor sama menempatkan diri kita pembela koruptor,” ujar Syamsuddin Alimsyah, Ketua Yayasan ASA Indonesia kepada Harian Terbit, Minggu (27/8/2023).

Mantan Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia ini menegaskan alasan banyaknya mantan koruptor yang maju menjadi caleg di Pemilu 2024, membuktikan partai peserta pemilu di Indonesia sesungguhnya tidak pernah ada niat sedikitpun untuk sungguh-sungguh membenahi negara dalam pemberantasan korupsi.

Selain itu, menjadi indikator bahwa partai-partai itu justru membentuk penghargaan untuk para koruptor.

Karena secara nyata dan sadar, partai mengangkat derajat koruptor. Partai yang mengusung mantan koruptor pada dasarnya sangat terbuka menghina masyarakat.

“Partai ingin meletakkan posisinya secara terbuka bahwa koruptor itu bukan najis tapi terhormat dan rakyat tidak punya kekuatan menolaknya,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua DPP Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) Jerry Massie mengatakan, pada dasarnya ada UU yang menolak para mantan napi menjadi caleg.

Baca Juga: Pagi Ini, Ribuan Guru Madrasah Gelar Aksi di Depan Gedung DPR, Arus Lalin Tersendat

Penolakan tersebut agar para napi tersebut tak diikut-sertakan bahkan diloloskan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT). Tapi sayangnya, UU Pemilu yang ada saat ini m sangat lemah.

“Oleh karena itu perlu ada revisi soal pencalonan napi koruptor,” ujar Jerry kepada Harian Terbit, Minggu (27/8/2023).

Pengamat politik jebolan Amerika Serikat ini menegaskan, mana ada negara seperti Indonesia yang mengizinkan mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai caleg.

Jurnalis: Angie