SPBU Vivo. Dok: ist

JAKARTA – Imbas berbondong-bondongnya masyarakat membeli bahan bakar di SPBU Vivo karena harganya lebih murah dari Pertamina, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pihak Vivo akan segera menyesuaikan harga BBM murah di Indonesia.

Menanggapi hal itu, Peneliti Ekononomi dari Political Economic and Policy Study (PEPS) Anthony Budiawan  Budiawan menilai permintaan pemerintah perintahkan Vivo naikkan harga merupakan kebijakan tidak masuk akal.

“Merugikan keuangan rakyat untuk memberi keuntungan kepada Vivo. Atau transfer uang rakyat kepada pengusaha SPBU. Kenapa? Siapa diuntungkan kalau Vivo untung? Apakah ada KKN? KPK masih ada,” kata Anthony Budiawan dalam keterangan tertulisnya dikutip Indonesiaparlemen.com, Minggu (4/9/2022).

Dia menjelaskan, jika harga Pertalite Rp10.000 per liter masih subsidi, pemerintah harusnya senang masyarakat membeli BBM dari SPBU lainnya.

Dia menduga dengan menyuruh Vivo menaikkan harga, ada indikasi Pertamina mau dongkrak penjualan pertalite Rp 10.000 per liter agar untung besar.

“Di negara maju, beradab, atau berkedaulatan rakyat, yang menjalankan hukum berdasarkan rule of law, kebijakan yang dengan sengaja merugikan masyarakat luas pasti akan mempunyai implikasi serius, bisa-bisa terkena mosi tidak percaya, alias lengser,” jelas Anthony.

Dia menyebut, cuma terjadi di Indonesia, menteri perintahkan harga naik.

“Apa hak pemerintah (menteri) minta Vivo naikkan harga Revvo 89. Apakah ini BBM bersubsidi? Kalau bukan, hak Vivo turunkan harga dengan pertimbangan bisnis. Ada perusahaan ‘obral’ kenapa dilarang,” pungkas dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni Pertalite dan Solar. Jokowi mengatakan hal ini terkait dengan peningkatan subsidi dari APBN.

“Yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini dapat subsidi mengalami penyesuaian,” katanya.