Foto: ilustrasi

JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan aturan berisi fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).

“Kalau bisa dipertimbangkan, menambah satu lagi yaitu harapan kami ada satu Permenaker (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan) yang mengatur fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J Supit dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI dan Menaker, Selasa (8/11/2022).

Dia menilai, hal ini dilakukan demi mengurangi jumlah orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan begitu, ketika industri sedang lesu pekerja tidak harus terkena PHK.

“Sebab, kalau tidak ada (aturan) itu, memang kami dengan order menurun 50 persen atau katakanlah 30 persen, kami tidak bisa menahan. Satu dua bulan masih OK, tapi kalau sudah beberapa bulan atau setahun, pilihannya ya memang harus PHK massal,” jelas Anton.

Dalam kesempatan yang sama, Ida Fauziyah tak menjawab permintaan pengusaha tersebut. Ia hanya menyebutkan ada 10.765 kasus pemutusan hubungan kerja alias PHK per September 2022. Jumlah tersebut diklaim turun dari dua tahun sebelumnya.

“Data per September (2022) ini yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK karyawan),” kata dia.

Berdasarkan data paparan Ida, PHK berdampak pada 18.911 karyawan pada 2019. Angka tersebut meroket pada 2020 menembus 386.877 kasus. Namun, menurun pada 2021 ke angka 127.085 sebelum akhirnya kembali turun ke 10.765 per September 2022 ini.

Kabar ancaman badai PHK di industri padat karya, salah satunya tekstil memang tengah berhembus kencang. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan saat ini, sebanyak 45 ribu karyawan industri tekstil telah dirumahkan.

“Potensi PHK sudah dapat dirasakan. Perkiraan 45 ribu karyawan sudah mulai dirumahkan,” ujar Jemmy beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan kondisi ini terjadi lantaran permintaan pasar ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa, menurun tajam akibat kondisi global yang tidak stabil. Penurunan permintaan berada di kisaran 30 persen sejak akhir Agustus 2022.

“Bilamana kondisi ini berlanjut, angka (karyawan dirumahkan) yang lebih besar akan terjadi,” terang Jemmy.

Tak hanya itu, industri tekstil juga telah mengurangi jam kerja karyawan. Hal ini dilakukan untuk menjaga efisiensi industri.

Hal yang sama diutarakan Wakil Ketua Kadin Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani memperkirakan sektor padat karya akan melakukan PHK. Hal ini terjadi lantaran permintaan pasar yang merosot.

“Jadi, padat karya untuk dipertahankan karyawannya itu sulit. Bahkan, mereka berupaya untuk tidak melakukan PHK, tapi sekali lagi, ini sulit. Karena permintaan dan pasarnya menurun signifikan, jadi mereka banyak melakukan efisiensi,” ucap Shinta.