Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan maju sebagai capres di Pilpres 2024. Dok: Tangkapan layar video

JAKARTA – Bakal Calon Presiden Anies Baswedan (Bacapres) 2024 mengatakan pemberian insentif untuk pembelian mobil listrik baru tidak tepat.

Menurut mantan Mendikbud pemberian “keistimewaan” tersebut bukan merupakan solusi menyelesaikan permasalahan lingkungan dan meningkatkan penjualan kendaraan listrik, di satu sisi insentif banyak diserap masyarakat berkocek tebal.

“Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup apalagi soal polusi udara bukan terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi,” kata Anies dalam acara deklarasi relawan Amanat Indonesia (ANIES) di GBK Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bilang seharusnya pemerintah memberikan solusi yang tepat untuk rakyat jika mereka ingin membenahi masalah lingkungan.

Jika berbicara soal transportasi, ia berpendapat pemerintah dapat membenahi dahulu transportasi umum ketimbang sibuk memberi bantuan terhadap calon pembeli mobil listrik.

“Kalau kami hitung apalagi ini, contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak,” ucap dia.

“Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit, ditambah lagi pengalaman kami di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan,” ujar dia.

Anies mendorong agar penggunaan kendaraan listrik ke depan lebih diutamakan buat angkutan umum.

“Kendaraan kendaraan logistik berbasis listrik, bukan pribadi, tapi kendaraan umum,” pungkas dia.

Bantuan pembelian kendaraan listrik telah diumumkan pemerintah pada 20 Maret. Untuk mobil listrik, bantuan diklaim telah berjalan sejak 1 April.

Khusus mobil listrik, bantuan yang diberikan bukan subsidi melainkan insentif berupa potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya 11 persen jadi 1 persen.

Jurnalis: Agung Nugroho