Foto: Ilustrasi

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa aset kripto, seperti bitcoin dan ethereum, tidak diakui sebagai instrumen pembayaran yang sah.

Untuk itu BI akan melaksanakan pengawasan yang ketat dan memberikan sanksi kepada pihak yang menggunakan kripto sebagai alat pembayaran.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan pada bulan Mei 2023 di Gedung Thamrin BI, bahwa Undang-Undang BI dengan jelas menyatakan bahwa kripto bukanlah alat pembayaran yang sah. Oleh karena itu, BI akan melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap penggunaan kripto.

Selama ini, banyak pihak yang telah menggunakan kripto tidak hanya sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai sarana pembayaran di Indonesia. Perry menegaskan bahwa sesuai dengan regulasi yang berlaku, pihak-pihak yang masih melakukan pembayaran dengan menggunakan kripto akan dikenai sanksi.

“Jika sanksi diberlakukan, maka akan ditegakkan dengan tegas. Kripto bukanlah alat pembayaran yang sah di Indonesia,” kata Perry, Jumat (26/5/2023).

Pasal 33 Undang-Undang tentang Mata Uang menjelaskan bahwa setiap individu yang tidak menggunakan rupiah dalam transaksi pembayaran, penyelesaian kewajiban lain yang harus dilakukan dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya, dapat dikenai hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda sebesar Rp 200 juta.

Belum lama ini, seorang Warga Negara Asing asal Belarusia berusia 40 tahun dengan inisial IZ yang merupakan seorang programmer dan tinggal di Bali ditangkap oleh pihak kepolisian setempat.

IZ ditangkap karena melakukan pembelian 17 paket ganja melalui aplikasi pesan singkat, di mana transaksi pembelian narkoba ini dilakukan dengan menggunakan kripto. Bule berinisial IZ tersebut membayar ganja tersebut dengan kripto jenis United States Dollar Tether (USDT) senilai 450 USDT atau sekitar Rp 6,5 juta.

Jurnalis: Dewo