Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana. Dok: IP

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana menyampaikan bahwa orang asing berkedudukan di Indonesia dapat memiliki hak pakai atas tanah dengan jangka waktu tertentu. 

Aturan terebut. tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), menjelaskan 

“Saat ini kepemilikan aset properti oleh orang asing diperluas berupa rumah tapak atau rumah susun. Untuk rumah tapak diberikan di atas tanah hak pakai, sedangkan untuk rumah susun dapat diberikan di atas tanah hak pakai atau hak guna bangunan. Kebijakan ini merupakan inisiatif Pemerintah melalui UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendorong percepatan investasi,” kata kepada Indonesiaparlemen.com di Kementerian ATR/BPN. 

Dia menjelaskan, dalam aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, yakni PP Nomor 18 Tahun 2021, juga telah diatur kemudahan kepemilikan aset properti bagi WNA dimana cukup dengan visa atau paspor, WNA dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian tanpa harus mempunyai izin tinggal.

Izin tinggal dapat diberikan setelah WNA memiliki properti tersebut. 

“Pemerintah saat ini terus berupaya memperkuat daya saing ekonomi nasional untuk menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian dunia. Salah satu terobosan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah melalui UU Cipta Kerja adalah dengan memberikan kemudahan bagi orang asing untuk memiliki properti di Indonesia,” ucap Suyus yang pernah menjabat Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Kementerian ATR/BPN ini. 

Pemerintah meyakini bahwa dengan kehadiran WNA yang melakukan aktivitas ekonomi di Indonesia, dapat meningkatkan perekonomian secara nasional. Keberadaan WNA dapat memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi. 

“Kebijakan pemilikan properti bagi orang asing ini diharapkan dapat menarik investor sehingga akan mampu mendorong pertumbuhan industri properti di Indonesia,” imbuh Suyus. 

Selain mengatur mengenai hak kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian untuk WNA, diatur pula mengenai batasan, yaitu untuk rumah tapak, merupakan rumah dengan kategori rumah mewah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maksimal satu bidang tanah per orang/keluarga dengan luas tanah maksimal 2.000 m2, untuk rumah susun merupakan rumah susun kategori rumah susun komersial. 

“Namun apabila memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial maka rumah tapak yang dimiliki orang asing tersebut dapat diberikan lebih dari satu bidang tanah atau luasannya lebih dari 2.000 m2 setelah memperoleh izin dari Menteri ATR/BPN,” ujar dia.

Dibatasi harga minimal 

Sekjen Kementerian ATR/BPN menjelaskan hunian atau rumah tempat tinggal WNA juga dibatasi harga minimal properti yang secara khusus diatur dalam Keputusan Menteri dimaksud.  

“Sebagai contoh untuk harga minimal rumah tapak di DKI Jakarta mencapai Rp 5 miliar, sedangkan untuk rumah susun dengan harga Rp 3 miliar. Sedangkan di daerah lain misalnya di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah atau Jawa Timur harga minimal rumah tapak mencapai Rp 5 miliar dan rumah susun seharga Rp 2 miliar,” ujar Suyus. 

Kementerian ATR/BPN akan terus melakukan fine tuning regulasi agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat terutama di sektor properti, tentunya sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum atas tanah. 

“Sesuai dengan Pasal 71 PP Nomor 18 Tahun 2021, orang asing dapat memiliki rumah tinggal atau hunian berupa rumah tapak dengan hak pakai di atas tanah negara, hak pakai di atas tanah hak milik atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan, sedangkan untuk rumah susun dapat diberikan hak milik atas satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah hak pakai atau hak guna bangunan di atas tanah negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik,” jelas Suyus. 

Ia merinci total jangka waktu hak pakai adalah 80 Tahun yang terbagi dalam satu siklus jangka waktu hak yakni Pemberian 30 Tahun, Perpanjangan 20 Tahun dan Pembaruan 30 Tahun. 

“Khusus untuk rumah susun, diberikan insentif untuk tanah bersamanya yakni jangka waktu hak pakai atau hak guna bangunan atas tanah negara, dapat diberikan sekaligus pemberian dan perpanjangannya yakni 50 Tahun. Sedangkan untuk hak pakai atau hak guna bangunan di atas hak pengelolaan dapat diberikan sekaligus pemberian, perpanjangan dan pembaruannya yakni 80 Tahun,” ujarnya. 

Suyus mengatakan Suyus mengatakan apabila orang asing meninggal dunia, yang bersangkutan tetap dapat memiliki hak nya dengan mewariskan rumah tempat tinggal atau hunian tersebut kepada ahli waris yang memenuhi syarat. Hak pakai yang dimiliki oleh Orang asing dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan dan beralih dan/atau dialihkan kepada orang asing atau kepada WNI.  

Namun,   Suyus menjelaskan apabila orang asing sudah tidak menetap di Indonesia sehingga tidak lagi menggunakan dan tmemanfaatkan tanahnya maka akan dikuasai kembali oleh Negara.  

“Saat ini pemilikan tanah di Indonesia oleh orang asing terbatas hanya untuk pemilikan properti berupa rumah tempat tinggal atau hunian. Sedangkan untuk tanah pertanian maupun tempat wisata oleh orang asing, tunduk pada peraturan perundang-undangan di sektor perizinan berusaha,” pungkasnya. 

Jurnalis: Agung Nugroho