Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri ATR/Kepala BPN tentang Penunjukkan Gereja Yesus Kristus Tuhan dan SK Penunjukkan Perkumpulan Muassasah Wahdah Islamiyah sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Senin (9/1/2023). Dok: ATR/BPN

JAKARTA – Konflik agraria menjadi persoalan yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan pemerintah. Satu hal di antaranya yang menjadi fokus, yaitu terkait masyarakat yang telah lama menempati lahan di atas tanah Barang Milik Negara (BMN)/Barang Milik Daerah (BMD).

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Raja Juli Antoni dalam Webinar GTRA Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-7, yang mengusung tema “Problematika Penguasaan Lahan oleh Masyarakat di atas Aset Tanah BMN/BMD”, Kamis (20/07/2023).

Raja Juli Antoni mengatakan, adanya skema penyelesaian menjadi penting untuk menyelesaikan masalah penguasaan lahan dengan merunutkan persoalan yang terjadi.

“Pada intinya, saya mengidentifikasi pihak Pemda (Pemerintah Daerah, red) memiliki kekhawatiran apabila BMN/BMD yang sudah tercatat sebagai aset ini diredistribusi kepada masyarakat. Sementara dari sisi masyarakat, mereka merasa negara tidak pernah hadir. Walau secara fisik mereka sudah menempati lahan tetapi tidak ada legalitas aset yang mereka miliki,” tuturnya.

Menurut Wamen ATR/Waka BPN, selama masalah tersebut belum tertangani akan banyak persoalan yang muncul. Seperti contohnya, ditemukan fakta bahwa tanah menjadi tidak produktif atau tanah tidak bisa dijadikan hak tanggungan ke bank sebagai pengungkit ekonomi masyarakat.

Di sisi lain, Pemda juga bisa dirugikan karena tidak ada pajak yang dihasilkan dari tanah yang tidak dimanfaatkan dengan baik.

Melihat persoalan tersebut, Raja Juli Antoni mengajak semua pihak yang terlibat untuk menemukan skema penyelesaian bersama. Seperti yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blora, yaitu dengan memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pemda.

“HGB kita berikan kepada masyarakat, sehingga mereka mempunyai kepastian hukum. Negara hadir, dan masyarakat mempunyai hak ekonomi untuk memaksimalkan tanah mereka tapi pada sisi yang lain pemerintah daerah tidak kehilangan asetnya dan di kemudian hari tidak ada perkara hukum yang menjerat mereka,” ungkapnya.

Jurnalis: Agung Nugroho