Mendikbud dalam diskusi Virtual/Hum

JAKARTA – Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ramai dikeluhkan masyarakat. Dalam paparannya di acara Belajar Raya 2023 di Posbloc, Jakarta, Sabtu (29/7/2023), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengakui bahwa kebijakan tersebut bukan usulannya.

“Itu zonasi, kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya (tapi) itu kebijakan sebelumnya, Pak Muhadjir (Muhadjir Effendy,red),” kata dia dikutip dari Kompas.com, Sabtu.

Muhadjir Effendy adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2016-2019. Kendati demikian, Nadiem mengaku bahwa kebijakan sistem zonasi merepotkan dirinya setiap tahunnya.

“Tapi itu kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan yang sangat penting, yang sudah pasti bakal merepotkan saya. Saya kena getahnya setiap tahun karena zonasi,” imbuh dia.

Alasan Nadiem terapkan sistem zonasi Meskipun bukan kebijakan darinya, saat itu Nadiem merasa perlu untuk mengimplementasikan sistem zonasi.

Dia mengakui bahwa kebijakan tersebut harus dilanjutkan karena penting. Pasalnya, sistem zonasi mampu mengatasi kesenjangan.

Dahulu, banyak ibu-ibu yang mendaftarkan anaknya masuk les agar bisa masuk dalam sekolah favorit. Belum lagi, ada pula anak-anak yang secara ekonomi tidak mampu harus membayar sekolah swasta karena tidak lolos masuk negeri.

“Nah, itu salah satu contoh di mana continuity itu sangat penting. Jadi ada berbagai macam kebijakan yang sebelumnya ada yang kita dorong, yang kita lanjutkan dan itu enggak masalah,” ucap Nadiem.

Diberitakan sebelumnya, kebijakan sistem zonasi bertujuan untuk pemerataan layanan pendidikan yang berkualitas. Kebijakan ini juga akan menghilangkan stigma sekolah favorit.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek Iwan Syahril mengatakan bahwa perubahan tersebut membutuhkan waktu.

Jurnalis: Dewo