JAKARTA – Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) telah menyelesaikan kegiatan pemantauan dan evaluasi (monev) penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 23 provinsi di Indonesia, melibatkan 1.047 penerima KUR dan 182 penyalur KUR.

Dari hasil evaluasi tersebut, beberapa hambatan dalam pelaksanaan penyaluran KUR teridentifikasi. Salah satu permasalahan yang muncul adalah adanya debitur KUR mikro dan KUR super mikro dengan plafon hingga Rp 100 juta yang diminta untuk memberikan agunan tambahan.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM Yulius menjelaskan, sejumlah dana KUR juga tidak digunakan sepenuhnya untuk keperluan modal usaha, melainkan dialokasikan untuk keperluan lain seperti pembelian kendaraan atau renovasi rumah. Selain itu, temuan dalam monev juga menunjukkan sebagian dana KUR ditahan oleh bank, yaitu dengan cara diblokir atau ditahan selama beberapa bulan sebagai jaminan.

“Beberapa debitur KUR pada saat menerima kredit, ternyata sudah atau sedang menerima kredit dari sumber lain,” ungkap Yulius, di Jakarta pada Selasa (21/11/2023).

Sebagai langkah tindak lanjut, penyalur KUR yang meminta agunan tambahan pada program KUR dengan plafon hingga Rp 100 juta akan dikenai sanksi, termasuk pengembalian subsidi bunga atau marjin yang telah dibayarkan, atau tidak dibayarkannya subsidi bunga atau marjin KUR.

Selain itu, diberlakukan pembatasan jumlah akses ke KUR Mikro (plafon di atas Rp 10 juta hingga Rp 100 juta) berdasarkan sektor ekonomi. Sektor produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan (4P) dapat mengakses KUR hingga maksimal empat kali, sementara sektor produksi non 4P dan perdagangan dapat mengakses KUR hingga maksimal dua kali.

Berdasarkan data Satuan Kredit Informasi Program (SIKP) hingga 20 November 2023, realisasi penyaluran KUR mencapai Rp 218,40 triliun atau 73,54% dari target Rp 297 triliun kepada 3,93 juta debitur.

Jurnalis: Dewo