TANGERANG SELATAN | Dengan  keinginan bersama untuk meningkatkan dan mempererat tali silaturahim, ada lebih kurang 25 para penggemar dan pencinta kelestarian burung perkutut yang ada di Kota Tangerang Selatan, berkumpul dan sepakat mendirikan satu wadah bernama Paguyuban Pencinta Pelestarian Perkutut Tangerang Selatan (P4TS), Sabtu (28/09/19).

Rapat yang berlangsung di Alamanda Pamulang Mas, Kel Bambu Apus, Kota Tangerang Selatan berjalan demokrasi dan suasana kekeluargaan. Dan terpilih susunan kepengurusan dengan Ketua P4TS Henry Sulistio, Sekretaris Agus Nugroho, Bendahara Supanto dan Humas Taoulan atas dasar kesepakatan bersama.

Sementara itu, P4TS memilih Penasehat yang sudah memikiki pengalaman tentang burung perkutut seperti Ko Santi, John, Ewin (RWN), Bambang Suti dan H Johar.

Dikonfirmasi media, Henry Sulistio Ketua P4TS mengatakan pendirian paguyuban ini sebagai wadah silaturahmi dan kegiatan sosial.

“Awalnya, kita sering ngobrol tentang cara merawat, memelihara dan penangkaran burung perkutut. Banyak ilmu dan manfaat yang kita dapatkan, dan akhirnya muncul ide membentuk wadah P4TS dengan tujuan menjalin tali silaturrahmi dan juga berbagi ilmu serta pengalaman tentang burung perkutut.”ungkap Henry Sulistio,

Ditambahkannya, menjadi anggota P4TS, wajib memiliki/memelihara minimal satu burung perkutut, dan tidak kita tentukan jenisnya. “Paguyuban ini menjadi tempat berkumpul para penghobby, pecinta dan peternak/penangkaran burung perkutut.”jelasnya.

Kepada media, anggota P4TS Bapak Toulan yang memiliki penangkaran burung perkutut bercerita bahwa, seni memelihara perkutut sebenarnya sudah ada sejak zaman nenek moyang untuk perkutut lokal.

“Tapi ada juga perkutut bangkok yang sudah dikembangkan secara genetis di Thailand.”ujarnya.

Dijelaskan Toulan, yang juga usaha Nasi Uduk, setidaknya ada tiga kategori perkutut lokal, yaitu perkutut lokal alam habitatnya asli di alam, lokal ternak yang dibudidayakan oleh peternak, dan perkutut “crossing” atau persilangan perkutut lokal dan bangkok.

“Memelihara perkutut memiliki karakteristik tersendiri, misalnya perkutut lokal masih sering dikaitkan semacam “primbon” atau kitab kuno Jawa, seperti dari katuranggan atau ciri fisik yang dimiliki burung perkutut. Namun itu sebenarnya bentuk kearifan lokal yang harus dilestarikan,” katanya.

(Glen/redsr)