Samin diduga memberi Rp5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih untuk kepentingan proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT)

JAKARTA – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menilai putusan bebas terhadap pengusaha batu bara Samin Tan janggal. Majelis hakim menyatakan Samin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dari semua dakwaan jaksa penuntut umum.

“Putusan ini terasa janggal dan sudah seharusnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan kasasi,” kata Zaenur saat dihubungi, Selasa (31/8/2021).

Zaenur menilai pertimbangan majelis hakim yang mengatakan pemberi gratifikasi tidak bisa dipidana kurang tepat. Samin diseret ke meja hijau karena diduga memberikan uang Rp5 miliar kepada anggota Komisi VII Fraksi Golkar, Eni Maulani Saragih.

Pemberian untuk mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) terhadap PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Menurut saya bisa dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13. Apalagi kalau ada pemberian gratifikasi, penerima gratifikasi itu melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatau yang bertentangan kewajibanya, itu lebih jelas lagi,” terangnya.

Zaenur juga tidak sependapat dengan majelis hakim yang menilai Samin sebagai korban pemerasan Eni. Dia meyakini Samin ialah pihak yang memberikan gratifikasi.

Hal ini diperkuat dengan dakwaan jaksa KPK terhadap Samin yaitu Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dia menyebut perbedaan mendasar antara gratifikasi dan pemerasan ialah ada unsur memaksa.

“Kalau pemerasan harus ada paksaan. Kalau enggak ada, maka itu adalah pemberian gratifikasi,” ucap Zaenur.

Ketua majelis hakim Panji Surono didampingi hakim anggota Sukartono dan Teguh Santoso menyebut unsur memberi atau menjanjikan sesuatu oleh Samin kepada Eni selaku anggota DPR tidak terbukti. Berdasarkan bukti percakapan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp selama persidangan, permintaan uang oleh Eni kepada Samin untuk kepentingan pilkada suami Eni yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

“Bukan dalam rangka pencabutaan PKP2B PT AKT, dikarenakan Kementerian ESDM-lah yang mempunyai kewenangan mencabut PKP2B PT AKT,” jelas hakim Sukartono.

Hakim juga menilai peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi belum mengatur soal pemberi gratifikasi. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima gratifikasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 12 B atau Pasal 12 C.

“Karena belum diatur dalam perundang-undangan, maka dikaitkan dengan Pasal 1 Ayat 1 KUHP yang diperlakukan pula dalam mengadili perkara-perkara korupsi, suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada,” kata hakim Teguh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021.

Penasihat hukum Samin menyatakan menerima putusan. Sementara itu, jaksa KPK langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum lanjutan.

“Kami tim penuntut umum langsung menyatakan sikap, kasasi,” ujar jaksa KPK Ronald Worotikan.

Samin irit bicara soal putusan majelis hakim. Dia menjawab singkat ketika ditanya soal putusan bebas itu. “Senang dong,” kata Samin.