Wakil Menteri Pertahanan RI (Wamenhan RI) M. Herindra, Selasa (8/12/2022), menerima courtesy call dari Kepala Staf Angkatan Udara Bela Diri Jepang, Jenderal Izutsu Shunji. Dok: Kemhan RI

JAKARTA – Wakil Menteri Pertahanan RI (Wamenhan RI) M. Herindra, Selasa (8/12/2022), menerima courtesy call dari Kepala Staf Angkatan Udara Bela Diri Jepang, Jenderal Izutsu Shunji.

Pertemuan Wamenhan Herindra dengan Jenderal Shunji merupakan sebuah momentum penting di tengah upaya kedua negara meredam tensi keamanan di Laut China Selatan (LCS).

Indonesia sendiri menghendaki agar para pihak, baik yang bersentuhan langsung dengan isu klaim wilayah di LCS maupun yang tidak secara langsung menjadi bagian dari isu tersebut, terus mengedepankan upaya diplomasi dalam mencari solusi damai sehingga tercipta situasi keamanan regional yang kondusif.

“Indonesia mengundang semua pemimpin dunia, termasuk Jepang, untuk membangun semangat kerja sama. Hanya dengan cara ini, kita bisa menciptakan perdamaian dunia,” kata Herindra.

Seruan Wamenhan ini sejalan dengan kebijakan Menhan Prabowo Subianto, yang senantiasa ingin memajukan diplomasi pertahanan guna mencegah pecahnya konflik di kawaran regional Asia maupun Indo Pasifik.

Terkait isu LCS, Indonesia sendiri merupakan non claimant state, atau pihak yang tidak terlibat langsung dalam konflik klaim wilayah di perairan internasional tersebut. Namun, potensi pelanggaran atas kedaulatan laut RI dan atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sangat rawan terjadi.

Untuk itu, Herindra berharap agar UNCLOS 1982 dapat lebih dihargai keberadaannya oleh negara-negara lain agar tercipta kehidupan negara bertetangga yang baik.

“Indonesia menentang keras kegiatan di laut yang bertentangan dengan hak berdaulat negara pantai atas ZEE dan Landas Kontinen-nya, sebagaimana diatur dalam UNCLOS,” ujar Herindra.

Selain potensi konflik di LCS, konflik yang kini berlangsung antara Rusia dan Ukraina pun menjadi perhatian bersama Indonesia dan Jepang, terlebih karena konflik yang berkepanjangan ini telah menimbulkan kekhawatiran global akan terhambatnya rantai suplai makanan dan energi dunia, yang pada akhirnya berimbas pada krisis pangan dan krisis energi.

Jurnalis: Bambang Santoko