JAKARTA – Salah satu pihak yang diwajibkan netral dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon di Pemilu 2024 adalah kepala desa.

Netralitas kepala desa juga bukan hanya sekadar sebuah sikap moral dari kepala desa, tetapi juga menjadi fondasi yang kokoh untuk keberlangsungan demokrasi terutama di tingkat desa. Selain itu, netralitas kepala desa juga dapat menghindari potensi konflik dan menjaga kerukunan masyarakat desa.

Regulasi terkait larangan kepala desa untuk terlibat dalam politik praktis serta sanksi yang dapat dikenakan jika terbukti melanggar telah diatur dalam beberapa pasal yang terdapat di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yaitu pada Pasal 280,282, dan 494.

Dalam Pasal 280 ayat (2) poin h dijelaskan bahwa kepala desa dilarang untuk diikutsertakan dalam pelaksana dan/atau tim kampanye untuk kegiatan pemilu. Pada Pasal 280 ayat (3) yang menjabarkan tentang aturan kepala desa yang juga tidak diperbolehkan untuk ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.

Selanjutnya, Pasal 282 menjelaskan aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, termasuk kepala desa untuk tidak membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye.

UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum tidak hanya dijelaskan terkait hal apa saja yang dilarang bagi kepala desa di pemilu. Lebih lanjut, dalam UU tersebut juga terdapat pasal yang menjelaskan tentang sanksi jika kepala desa diketahui melanggar regulasi yang telah diatur, yaitu Pasal 494.

Pada Pasal 494 dijelaskan bahwa apabila terdapat kepala desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.

Untuk itu, dibutuhkan ketegasan dari kepala desa itu sendiri agar berpegang teguh pada konsep netralitas sehingga dapat membantu tahapan pemilu dapat berjalan dengan lancar.

Jurnalis: Dewo