JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Setiap tanggal 23 Juni diperingati sebagai Hari Janda Internasional (International Widow’s Day) di seluruh dunia. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memulai perayaan ini sejak 2011 lalu.

Janda memiliki stigma buruk di berbagai negara. Ketidaktepatan pemahaman ini memberikan dampak pada janda seperti dikucilkan dan mengalami kekerasan. Fakta ini sejalan dengan penelitian dari HelpAge International yang mendapat temuan bahwa ratusan wanita (yang kebanyakan janda) dibunuh karena diduga sebagai penyihir di Tanzania.

Dalam kehidupan bersosial, janda sering tidak kasatmata. Hal tersebut karena status sosial perempuan masih terikat erat dengan status sosial suaminya. Sehingga, ketika suami perempuan tersebut meninggal, perempuan seperti tidak memiliki tempat di dalam masyarakat.

Untuk mendapatkan status sosialnya kembali di masyarakat, janda harus bergantung kepada laki-laki untuk menjadi suami mereka. Tidak hanya itu, janda juga sering mendapat penolakan atas warisan, termasuk hak atas tanah, dari keluarga suami.

Peringatan 23 Juni sebagai Hari Janda Internasional digagas oleh The United Nations (UN) atau PBB sejak tahun 2011. Beranjak dari marginalisasi yang dialami oleh para janda, PBB ingin menarik atensi masyarakat untuk mendengar suara dan pengalaman dari para janda. Hal ini diharapkan dapat memberi dukungan kepada para janda demi memperoleh hak dan pengakuannya secara penuh.

Peringatan Hari Janda Internasional ini diinisiasi oleh The Loomba Foundation, sebuah organisasi dari India untuk meningkatkan keawasan tentang berbagai isu janda. Pemilihan 23 Juni berdasarkan tanggal Shrimati Pushpa Wati Loomba, ibu dari pendiri organisasi tersebut, Lord Loomba, menjadi janda pada 23 Juni 1954.

Pada 2010, mereka mengajukan Hari Peringatan Janda Internasional ini ke PBB. Mereka mengungkapkan dalam bukunya Invisible, Forgotten Sufferers: The Plight of Widows Around the World (2010) ada setidaknya 245 juta janda di seluruh dunia, sekitar 115 juta di antaranya berada di garis kemiskinan dan mengalami stigma sosial dan kekurangan uang karena kehilangan suaminya.

Pada 21 Desember 2020, PBB secara resmi mengadopsi 23 Juni sebagai Hari Janda Internasional. Di 2010, perayaan ke-6 dilakukan di Rwanda, Sri Lanka, Amerika Serikat, Inggris, Nepal, Suriah, Kenya, India, Bangladesh, dan Afrika Selatan.

Dalam lamannya, PBB mengungkapkan bahwa tujuan adanya Hari Janda Internasional adalah untuk memberikan perhatian pada suara dan pengalaman para janda demi menggalang dukungan unik yang mereka butuhkan.

PBB juga meminta pemerintah masing -masing negara untuk memastikan hak para janda dipenuhi. Hak ini tercantum dalam hukum internasional, termasuk Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan Konvensi tentang Hak-Hak Anak.

“Pandemi baru saja memperburuk situasi selama beberapa bulan terakhir dengan kehilangan orang terkasih, dan satu yang kemungkinan meninggalkan puluhan ribu wanita baru saja menjadi janda pada saat mereka terputus dari dukungan sosial-ekonomi dan (bantuan) keluarga mereka,” demikian seperti mengutip laman www.un.org, Selasa (22/6/2021).